Tiga majus milenium

Posted by ~alof in ,

Desmon kecil dengan mata berbinar
mengejar sambil berseru riang:

"Kakek! Kakek!
Ada hadiah dari Sinterklaas!"

Dengan langkah-langkah kecilnya
terhuyung-huyung membopong bingkisan berkilau
yang terbungkus rapi di tangga gereja.
Sementara abangnya sabar menanti
dengan tangan tak lepas dari genggaman kakeknya.

Sang kakek tersenyum getir
menyadari kealpaan memberi hadiah
buat cucu termuda.
Tangan tuanya keriput
yang bergetar digerogoti rematik
menyambut lembut lengan mungil
seperti Yusuf membimbing Isa kecil
pulang dari kenisah Allah.

(Seperempat jam kemudian,
lamat-lamat kudengar dentuman padat di barat
saat kusenandungkan Malam Kudus.)

Malam itu tidak ada bintang cerlang di balik awan
atau kidung para malaikat.
Angin pun mati dalam kelam
tatkala mereka bertiga
menjadi peziarah tanpa emas, mur, atau kemenyan
meniti tangga ke langit.

Sepi.
Gelap.
Sangit.

Malam kudus...
Malam lampus*...

— L.Earth, 24 Desember 2000, 23.45 WIB

* lampus = mati, mampus [mengutip Amir Hamzah]

 
This entry was posted on Sunday, December 24, 2000 at 23:45 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 comments

Post a Comment

# sambung rasa

# gurat kiwari