Nyanyian serigala

Posted by ~alof in ,

(sedetik renungan)

Hidup ini bukanlah cuma hari ini
karena kita punya masa lalu yang penuh geligi dan darah
dan juga karena kita punya masa datang yang teramat sulit diterka.

Hari ini bukanlah cuma hidup ini
lantaran hari ini cuma sesaat singgah
dan pekerjaan belum lagi selesai
: ditinggal mati.

Hidup pada hari ini
adalah perjuangan mempertahankan nyawa
dan menjual semahal-mahalnya.

Hari pada hidup ini
hanya sebuah titik tambahan pada riwayat.

— 26 Agustus 1981

 

Musnahnya satu nama

Posted by ~alof in ,

(balada pendurhaka)

Melompong.
Batin ini kosong lagi
lantaran sudah terlalu lama ditinggal pergi oleh nurani
sedang badan yang begini kotor tak mungkin lagi bisa bertahan.
Dan terjadilah segala yang terjadi buatnya.
Lantas semuanya pun ikut kosong
tanpa isi dan arti.
Melompong.

— 13 Agustus 1981

 

Menanti makna

Posted by ~alof in ,

(tidurlah dengan tenang, jiwaku...)

Malam ini
sambil duduk minum segelas anggur dan mengunyah sepotong roti
kucerna seuntaian nada-nada manis
lewat sebuah gramapon tua.

— 13 Agustus 1981

 

Jiwaku

Posted by ~alof in ,

(sebuah nyanyi duka)

Adakah permukaan telaga ini akan tetap tenang bila badai tiba
ataukah dia akan menjadi ombak dahsyat yang menerpa ke sini?

Mustinya jangan kau pojokkan aku
karena jiwaku bukanlah jiwa yang tahan.
Dia kini hanya selembar perasaan yang terlalu peka
dan yang tidak lagi berakar kokoh
hingga tidak mampu menentang badai.
Jiwaku yang kini mudah goyah
bukanlah jiwaku yang lama, jiwa pemberani yang tabah,
lantaran kedua kakiku sudah tidak sanggup menopang.
Dan mustinya jangan kau pojokkan aku
karena mustinya aku tidak usah pernah hadir di sini.

— 11 Agustus 1981

 

Hemorrhage

Posted by ~alof in ,

(lagu yang kerap datang dalam malam)

Peluhku bukan lagi peluh
melainkan tetes darah di sekujur tubuh
yang memerahkan diriku yang kepayahan melangkah.
Dalam hari-hariku yang lalu
pernah kunyanyikan sebuah stanza:

"Ya, Tuhan,
betapa malang jadi korban".

Dan kugali lubang kuburku sendiri
buat hari esok yang tak pernah terduga.

— 11 Agustus 1981

 

# sambung rasa

# gurat kiwari