siska

Posted by ~alof in

Stanza cinta pertama

Di antara bayang-bayang ilusi yang menghambur di hadapanku
tampak sederet wajah menatap
tanpa pancaran jiwa dan hati
cuma tatap kosong tanpa arti.
Sementara hujan yang dingin luruh di luar
dan burung yang kuyup menggigil,
kulangkahkan kaki ke luar rumah
melangkahi pekarangan yang becek tergenang.
Tak kupedulikan lagi bayang-bayangku yang menggerutu kebasahan
karena telah kutetapkan:
bahwa aku harus pergi ke taman kota
dimana pada saat seperti ini setahun lalu
aku bertemu dengannya.

— 28 Oktober 1980


Pada satu kehampaan

Tetes hujan yang terakhir sore ini
mengaburkan tatapku pada selendang nirwana tujuh warna
yang tersangkut di pucuk-pucuk pinus
yang bergoyang di dataran memerah sana.
Sementara getar lukisan syair lagu di ombak lautan membuih
menerpa dinding hatiku yang melompong.

Tiada arti.

— 28 Oktober 1980


Bila sebuah kasih direnggutkan di tengah

(kutuliskan buat Siska dengan cinta putihnya)

(Kalau ada orang bertanya padaku apakah aku pernah jatuh cinta,
maka dia adalah orang yang menyangsikan keadilan hidup ini.)

Mustinya kita tak usah pernah dijumpakan satu kali pun dalam lagu nyawa kita
karena sangat beratlah beban yang kutanggung pada akhirnya kini
dan bahuku sudah terlalu letih untuk menahankannya dalam hati.
Kepenatan jiwaku sudah merentang tegang akan putus
tak kuat memendam duka yang mengental dalam kalbu
terbakar rasa sesal dan rindu yang dalam akan hari-hari lalu kita yang tak bersisa
sedang masa datang seakan enggan berbaik padaku
bahkan terasa kejam menghalang pandangku ke muka
dengan tirai kenangan yang sangat tebal. Tak tertembusi.

Sampai kini aku masih belum mengerti kenapa kita musti dipertemukan
dan kenapa aku musti jatuh cinta pada kamu
sementara kamu sendiri ada menyikapi dengan hati putih.
Namun aku tetap makin tidak mengerti
kenapa kita lalu dipisahkan dengan kepedihan yang disisakan buatku seorang.
Apakah lantaran hukuman kejalanganku
yang membuatku tak berhak mendapat cahaya terselip di ikal rambutmu pirang
maupun damba kedamaian yang tersirat di bola mata kamu yang bening?
Tapi, jika semua itu adalah dosaku,
lantas kenapa bukan aku si jalang, melainkan kamu,
yang harus direnggut kanker jahanam itu?

(Kalau ada orang bertanya padaku apakah aku pernah patah hati,
maka dia ada menambah satu goresan kepedihan di atas luka lama di jantungku.)

— 16 Mei 1981


Puisi jatuh cinta, puisi akhir cinta, puisi hidupku

Merayapi lorong suram di Utara kota
aku serasa menghadapi sebuah kenyataan
bahwa duniaku tak sekabur khayal
(Namun juga tak seindah angan).

Semenjak kenal kamu
matahari jadi tambah akrab membayang di tanah tercinta
dan tak mustahil bila hari-hariku semakin ramah.

Seharusnya kamu jadi bagian dari hidup yang kumiliki
lantaran sebagian kisah hidupku kamulah yang menuliskannya.
Namun sebagaimana matahari,
yang juga merupakan bagian dari hidup,
tidak mungkin dimiliki.
Karena demikianlah takdir yang disuratkan atas keningku:
sebagian kisah hidupku akan kamu bawa jauh.

Meski pada akhirnya malam turun
dan merangkak semakin larut,
namun lentera yang telah kamu nyalakan di ujung jalan mampu memandu
dan pada kerlipannya aku tampak doamu.

Selamat jalan, Siska,
bawalah sebagian kisahku agar berwarna kisahmu.

— 27 Nopember 1981


Balada hari lalu

: yesterday

Terlalu sering kurindu hari lalu
yang penuh keceriaan manusia lumrah.
Begitu terangnya matahari membalur
mengikis habis semua ceceran malam.

(Betapa aku rindu hari lalu.)

Tak jarang aku terperangah
mendapati diri yang jadi asing
karena aku bukan lagi manusia kemarin
yang penuh daya dan harap.
Aku telah terperangkap dalam ajang hari tak menentu.
Aku bukan lagi orang yang bisa tegak.
Sedang bayang-bayangku pun begitu erat mencekik.

(Kenapa hari lalu musti begitu cepat berlari?)

Kian lama aku jadi kian tidak mengerti
kenapa kamu tega berpaling
saat aku terjerat bingung dilanda ketidakmenentuan diri.
Tanpa satu ucapan
yang bisa ungkapkan bagaimana aku menyikapi.
Aku hanya bisa termangu.

Kian kuat anganku akan kembalinya kamu
sambil merengkuh hari laluku
agar dapat kutulis ulang riwayat kita
seperti dulu yang demikian penuh tawa.
Lihatlah, betapa menyakitkan kini:
bahwa aku membutuhkan satu tempat sembunyikan diri
yang tak lagi sanggup mendada kenyataan.

(Betapa aku rindu hari lalu.)

Cuma gulir pedih yang selalu setia sejak hari laluku sirna.

— 27 Nopember 1981


Sebuah ketika

: love me do

Ketika aku tahu semuanya musti demikian:
— aku cinta kamu dan kamu cinta aku,
kita lantas saling menautkan tali sukma kita.
Demikian pula,
perasaan kita berpadu dalam satu golakan.
Dan aku akan berkata "Aku cinta kamu".
(Entah untuk yang keberapa ratus kali. Tak pernah usang. Tiada bosan.)
Lalu akan kita satukan degup jantung kita
agar nadi selalu jadi saksi cinta kita.

Kita tiada akan terpisahkan lagi.
Selamanya.

— 20 Januari 1982


Buat Siska

Tak akan dapat kupungkiri
kau selalu hadir di seputar hidupku:
wajahmu yang menyelinap di antara nada-nada laguku
dan bisikmu yang menyusup di sela lengkingku.

(Tak kutahu kenapa laguku penuh dengan bayangmu.
Percik rinduku dan pesonamu tertuang dalam satu jalinan kisah pendek
yang belum lagi selesai kita susun.
Sedang kita tidak lagi tertautkan. Selamanya.)

Hari-hariku kini tinggal sebuah penantian panjang.
Bayangkan betapa lukanya
mengenangkan kau yang larut jauh
tidak teraih lagi
sedang kau selalu muncul dalam setiap larik napasku.

Nada gemerincing.
Nada mendentam.
Padam.
Selamanya kaulah lagu cintaku.

— 18 Pebruari 1982


12 Agustus 1961 hingga 12 Maret 1980

Siska,
detak jantungmu — detakku,
desah napasmu — desahku,
senyum samarmu — tawaku,
denyut nadimu — nadiku,
suci cintamu — kisahku.

— 12 Maret 1982


Drama #1

(tembang duka seorang manusia duka)

Kemarin petang hujan turun lagi di kota
dan aku tak datang padamu.

Lihatlah mega-mega yang kini berarak ke Barat
dan bunga-bunga yang dulu kau kirimkan sudah luruh layu.

Langkahku di pematang terhenti.
Di antara gemercik air kubisikkan lewat angin di padi-padi kuning:

"Maafkan aku tak bisa hadir di pemakamanmu
lantaran aku kini cuma orang buruan
yang terpaling dari dunia.
Namun,
mimpikan aku dalam tidurmu".

— 13 Maret 1982


Sajak #1

buat kasihku: Francesca Adriana

Mustikah semua jadi begitu
kau dan aku terpaut begitu jauh
dalam dimensi yang berbeda...?

— 14 September 1982


Sajak #2

buat Francesca Adriana

DikuduskanNyalah cintamu,
disucikanNyalah cintaku,
dikekalkanNyalah cinta kita,
dalam kekudusanNya.

— 14 September 1982

 

# sambung rasa

# gurat kiwari