Sayap yang terkoyak

Posted by ~alof in ,

: love is a many-splendored thing

Sekiranya pun tiada lagi rasa cinta itu kini dalam hatimu
aku berharap
setidaknya kau masih bisa memandangku
sebagai seorang sahabat

yang bahunya selalu kausandari
saat kaututurkan kisah-kisah jinggamu,
yang lengannya kerap memelukmu erat
tatkala merekatkan kembali duniamu berkeping-keping,
yang telinganya senantiasa bersabar
menyimak nada sendumu tentang hari berhujan,
yang hatinya menjadi cawan
menyimpan tetes demi tetes airmatamu,
dan yang mulutnya tidak henti mengaku
betapa akan berbedanya dia tanpamu.

Dulu pernah kau bertanya:

"Bagaimana kauputuskan
aku sebagai kekasih,
yang akan menjadi ibu dari anak-anakmu,
sedangkan kau belum lagi mengenalku?"

Aku tidak bisa merekayasa jawaban
yang dapat membuat hatimu menggelepar,
sehingga aku hanya bisa berkata lirih:

"Telah kuputuskan
akan kugunakan setiap saat dalam sisa hidupku
untuk mengenalmu".

Dan saat itu engkau terkesima.

Mestinya aku punya lebih dari satu alasan
untuk berhenti mempertimbangkanmu
sebagai belahan jiwa,
pasangan berbagi cerita,
karena telah sedemikian dalam jurang yang kaugali

antara bahasaku dan bahasamu
yang mustahil kuseberangi
dengan sayap yang terkoyak,

karena telah sedemikian tinggi bukit yang kautimbun,

lara di atas luka,
yang tak mungkin kudaki
tanpa uluran jemari belaskasihmu,

karena telah sedemikian jauh jalan yang kautempuh

yang membuatku tak lagi bisa jernih membedakan
antara khilaf dan pengkhianatan.

Walau kesesakan kerap berkelebat
bahwa aku telah gagal mengenalmu,
aku tidak mungkin berbalik.
Walau demikian letih kuseret langkahku
beringsut menggapai bayang-bayangmu yang kian samar,
aku tidak mungkin berhenti.
Karena telah lama kutanggalkan semua mimpi dan kecewa
sejak kusampaikan ikrar di altar
dalam sakramen sekali untuk selamanya.

Mungkin tak seharusnya aku bertanya lagi
tentang cincin yang kusam dan retak,
karena telah kupahami kini
bahwa cinta tak pernah gagal
... untuk memberi.
Sampai maut memisahkan kita.

— Beth, 3 Oktober 2005 04:50

Puisi yang diilhami judul sebuah novel, "A Many-Splendoured Thing", karya Han Suyin alias Elisabeth Comber (nama gadis: Elizabeth Kuanghu Chow/Zhou Guanghu) ini sesungguhnya merupakan sebuah permintaan seorang kawan diskusi di internet yang "kebetulan" memiliki nama panggilan Suyin. Dan aku perlu waktu tepat 5 bulan untuk membuatnya karena tidak punya gagasan tentang apa yang ingin kutuliskan :-(

Di bawah ini adalah lirik lagu yang menjadi lagu tema film berjudul sama yang kisahnya diangkat dari novel tersebut.

** Love Is A Many-Splendoured Thing **
(Music: Sammy Fain, Lyrics: Paul F. Webster, 1955)

I walked along the streets of Hong Kong town,
up and down, up and down.
I met a little girl in Hong Kong town
And I said can you tell me please,
Where's that love I've never found.

Unravel me this riddle.
What is love, what can it be.
And in her eyes were butterflies
As she replied to me,
Love is a many-splendored thing.

It's the April rose that only grows
In the early spring.
Love is nature's way of giving
A reason to be living--
The golden crown that makes a man a king.

Once on a high and windy hill
In the morning mist two lovers kissed
And the world stood still.
Then your fingers touched my silent heart
And taught it how to sing!
Yes, true love's a many-splendored thing.

— repeat from "Love is a many-splendored ..."

 

# sambung rasa

# gurat kiwari