Pemburu Tuhan

Posted by ~alof in ,

(children of the lesser god)

Berkelebat dalam ruang pandangku
seorang lelaki tua yang terbungkuk-bungkuk
membalik-balik jenasah yang bergelimpangan
satu demi satu.

Setiap kali menampak wajah sang mayat,
dia mendesah kecewa, "Bukan. Bukan ini."
Demikian berkali-kali.

Kala kutanya siapa yang dicarinya,
dia menjawab ketus,

"Bangkai Allah,
Tuhannya para bajingan laknat
yang di tengah perasan airmata seperti ini
masih pongah menepuk dada
membanggakan kekudusan mereka
sambil berseru-seru dari menara kutuk
bahwa semua ini adalah azab sorgawi
atas dosa-dosa para seteru Allah,
sang mahadewa yang bersabda dari balik gelombang:
— Cintai Aku,
atau kutebas urat napasmu!
Di saat-saat seperti ini,
masih saja mereka dengan jumawa menjarah hak Allah
atas pembalasan dendam dan belas kasihan.

Ya, aku mencari bangkai Allah.
Dan jika Dia masih belum mati juga,
akan kutikamkan belati ini ke jantung-Nya
agar mereka paham masamnya pengkhianatan."

Lelaki tua itu berlalu.
Terus membalik-balikkan mayat.
Terbungkuk. Tanpa jijik. Penuh gairah.

Entah dari mana,
seorang anak perempuan kecil bergegas ke lereng bukit
mencakari padas dengan jemari telanjang
sambil senandungkan didong yang tidak kupahami
siapkan kubur bagi Allah yang telah mati.
Tanpa kafan, tanpa nisan.

Aku tidak bisa berpaling tanpa tersayat.

— Palembang, 31 Desember 2004 21:05 s/d Jakarta, 5 Januari 2005 23:11

Subjudul puisi tentang kemelut pascabencana tsunami Aceh ini diilhami oleh titel sebuah film yang dibintangi aktris tunarungu, Marlee Matlin. Sedangkan larik katanya tercuat setelah membaca sebuah email yang kubaca di salah satu forum diskusi internet (mailing list):

Lia Achmadi <lianamaku@gmail.com>, kontributor Associated Press, menuliskan pengalamannya saat bertugas meliput Bencana Tsunami di kota Banda Aceh.

[...]

Kamera saya juga sempat merekam seorang bapak yang berusaha mengenali sesosok mayat anak kecil dengan meraba-raba bagian belakang kepalanya. Mungkin dia berharap bisa mengenali si anak dari tanda lahir di belakang kepala itu. Sejenak dia seperti tidak yakin kalau itu putranya. Dia terdiam. Tapi tiba-tiba dia menangis kencang dan terisak. Sayang saya tidak mengerti ucapannya. Mata saya sempat berkaca-kaca ...

 

# sambung rasa

# gurat kiwari