Dari seorang teman di Gorazde

Posted by ~alof in ,

Aku mendengar malaikat bernyanyi semalaman.
Seperti ada sesuatu yang baru untuk dikabarkan.
Padahal surat yang kuterima sore tadi
masih belum lagi kutuntaskan.
Maka, sambil menghirup sisa kopi semalam,
aku lanjutkan membaca.

"... Pernahkah kamu melihat
bukit di belakang rumah
merah terbakar?

Seperti yang selalu terjadi, kawan,
lelaki-lelaki yang bertarung
tidak akan pernah terpuaskan.
Seperti juga perempuan-perempuan
yang tidak pernah bisa kecewa.

Tempatku tidak seperti tempatmu.
Karena bara senantiasa tertinggal dalam genggam.

Di mata para pencatat
mereka hanya kepingan tembikar
yang retak terinjak
pupus dalam masa.

Kerap aku bertanya:
kenapa kita tidak pernah mencoba
memberi anak-anak kita kesempatan
untuk belajar paham
bagaimana seharusnya memandang?
Seperti yang pernah kulihat di rumahmu dulu, sobat:
anak-anak tertawa,
berkejaran dengan angsa-angsa di telaga,
menulisi langit dengan lagu-lagu yang mereka karang sendiri.
Dan mereka punya cerita yang selalu baru,
yang tidak pernah bisa kita duga.
Dalam mata mereka berpendar bola-bola emas
yang cahayanya selalu mereka pertukarkan antar mereka.
Padahal mereka lahir berbeda.
Hanya satu:
karena dendam telah ditiadakan!

Di sini, perjalanan masih sangat panjang.
Masih sama seperti semula.
Entah setengah abad di muka.
Dan para petualang tidak pernah pergi.
Mereka hanya kembali ke tempatnya yang pertama
di tepi alpha dan omega..."

Kusibak tirai membuka langit pagi.
Masih ada embun tertinggal di kaca.
Tak ada siapa-siapa di jalan.
Ataukah aku terlalu berharap
ada seseorang yang bisa menerka
keniscayaan yang tersisa?

(Ah, apa kabarmu, sobat?
Suratmu tanpa tanda tangan.
Bertanggal bulan lalu.)

Pagi ini,
malaikat tidak lagi bernyanyi.
Barangkali dia tertembak.

— satu hari di tahun 1995

 
This entry was posted on Sunday, December 31, 1995 at 00:00 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 comments

Post a Comment

# sambung rasa

# gurat kiwari